Minggu, 21 Juni 2009

ASKEP INFEKSI SALURAN KEMIH

Pengertian

Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001).Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umu, kurang lebih 5 – 15 %.

Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk, 1998)

Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI pada pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.

Etiologi

Ø Bakteri (Eschericia coli)

Ø Jamur dan virus

Ø Infeksi ginjal

Ø Prostat hipertropi (urine sisa)

Anatomi Fisiologi

Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas, dua ginjal yang fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih dan dua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) yang berfungsi sebagai reservoir bagi kemih dan urethra. Saluran yang menghantar kemih dari kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih. Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah, setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu suatu fungsional ginjal. Ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu ginjal pun sudah mencukupi. Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 21 % dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan ureter.

Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan menutup ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Kandung kemih bila sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak di dalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya maka kandung kemih ini mungkin teraba di atas pubis. Peritenium menutupi permukaan atas kandung kemih. Periteneum ini membentuk beberapa kantong antara kandung kemih dengan organ-organ di dekatnya, seperti kantong rektovesikal pada pria, atau kantong vesiko-uterina pada wanita. Diantara uterus dan rektum terdapat kavum douglasi.

Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertindak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingter internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera atau penyakit saraf.

Patofisiologi

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :

a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung daro tempat terdekat.

b. Hematogen.

c. Limfogen.

d. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :

1. Bendungan aliran urine.

1) Anatomi konginetal.

2) Batu saluran kemih.

3) Oklusi ureter (sebagian atau total).

2. Refluks vesi ke ureter.

3. Urine sisa dalam buli-buli karena :

1) Neurogenik bladder.

2) Striktur uretra.

3) Hipertropi prostat.

4. Gangguan metabolik.

1) Hiperkalsemia.

2) Hipokalemia

3) Globulinemia.

5. Instrumentasi

1) Dilatasi uretra sistoskopi.

6. Kehamilan

1) Faktor statis dan bendungan.

2) PH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.

Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.

Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan status metabolisme (diabetes, kehamilan, gout) dan imunosupresi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme normal.

Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi sistisis dan pielonefritis. Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.

Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.

Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gonoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal ; uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.

Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3 %.

Macam-macam ISK :

1) Uretritis (uretra)

2) Sistisis (kandung kemih)

3) Pielonefritis (ginjal)

Gambaran Klinis :

Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :

1) Mukosa memerah dan oedema

2) Terdapat cairan eksudat yang purulent

3) Ada ulserasi pada urethra

4) Adanya rasa gatal yang menggelitik

5) Good morning sign

6) Adanya nanah awal miksi

7) Nyeri pada saat miksi

8) Kesulitan untuk memulai miksi

9) Nyeri pada abdomen bagian bawah.

Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :

1) Disuria (nyeri waktu berkemih)

2) Peningkatan frekuensi berkemih

3) Perasaan ingin berkemih

4) Adanya sel-sel darah putih dalam urin

5) Nyeri punggung bawah atau suprapubic

6) Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.

Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :

1) Demam

2) Menggigil

3) Nyeri pinggang

4) Disuria

Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.

Komplikasi :

1) Pembentukan Abses ginjal atau perirenal

2) Gagal ginjal

Pemeriksaan diagnostik

Urinalisis

1) Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih

2) Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.

Bakteriologis

1) Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
102 – 103 organisme koliform/mL urin plus piuria.
Ê2)Biakan bakteri

2) Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.

Pengobatan penyakit ISK

1) Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.

2) Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

3) Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :

Data biologis meliputi :

1) Identitas klien

2) Identitas penanggung

Riwayat kesehatan :

1) Riwayat infeksi saluran kemih

2) Riwayat pernah menderita batu ginjal

3) Riwayat penyakit DM, jantung.

Pengkajian fisik :

1) Palpasi kandung kemih

2) Inspeksi daerah meatus
a) Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
b) Pengkajian pada costovertebralis

Riwayat psikososial :

Ø Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan

Ø Persepsi terhadap kondisi penyakit

Ø Mekanisme kopin dan system pendukung

Ø Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
1) Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
2) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

Diagnosa Keperawatan

1) Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.

2) Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan ISK.

3) Nyeri yang berhubungan dengan ISK.

4) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

Perencanaan

1. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien

memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :

1) Tanda vital dalam batas normal

2) Nilai kultur urine negative

3) Urine berwarna bening dan tidak bau

Intervensi :

1) Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh

2) Catat karakteristik urine

Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

3) Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine

4) Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.

5) Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih

6) Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra

2. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan atau nokturia) yang berhubunganm dengan ISK.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat

mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.
Kriteria :

1) Klien dapat berkemih setiap 3 jam

2) Klien tidak kesulitan pada saat berkemih

3) Klien dapat bak dengan berkemih

Intervensi :

1) Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put

2) Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.

3) Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.

4) Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.

5) Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

3. Nyeri yang berhubungan dengan ISK
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa

nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :

1) Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.

2) Kandung kemih tidak tegang

3) Pasien nampak tenang

4) Ekspresi wajah tenang

Intervensi :

1) Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi

2) Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot

3) Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih

4) Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri

4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda-tanda

gelisah.

Kriteria hasil :

1) Klien tidak gelisah

2) Klien tenang

Intervensi :

1) Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien

2) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan

3) Beri support pada klien
Rasional :

4) Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien

5) Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.

Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk, 2000)

Evaluasi

Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah, mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
1. Nyeri yang menetap atau bertambah
2. Perubahan warna urine
3. Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit, perasaan ingin kencing, menetes

setelah berkemih.

ASKEP STRIKTUR URETRA

Defenisi

Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.

Anatomi fisiologi uretra

Uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu anterior dan posterior. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulan uretra dan bulbulus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, letak bebas di luar tubuh sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah. Uretra posterior terletak di posterior tulang pubis dianterior rectum, terdapat spinker internus dan eksternus sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi sulit. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 cih dan wanita 30 cih, sedangkan anak-anak 1 cih. Apabila 1 cih 0,3 mm sehingga lumen uretra laki-laki sama dengan 7,1 mm dan wanita 9 mm. Biomekanik striktur uretra. Dalam ilmu fisika dikenal hukum Borke – Bar – Lussae : P x V : C.R

Keterangan rumus : P : Tekanan V : Volume R : Tahanan C : Konstanta Juga dikenal tahanan berbanding terbalik dengan diameter, pada striktur uretra lumen uretra mengecil sehingga tekanan naik. Apabila tahanan naik, maka untuk mempertahankan volume sesuai dengan hukum Borle – Bar – Lussae tekanan harus naik. Jadi pada striktur uretra pada waktu kencing, kencing harus menaikkan tekanan. Dalam ilmu fisika dikenal 2 macam aliran cair yaitu aliran streamline dan aliran turbulent. Aliran streamline dengan kecepatan yang sama dan aliran turbulent dengan kecepatan berbeda-beda. Hal ini menyebabkan urine di samping kecil karena lumen mengecil juga bercabang. Urine yang kecepatannya rendah. Uretra berfungsi mengalirkan urine dari kandung kemih keluar tubuh.

Etiologi

Striktur uretra bisa terjadi secara kongenital misalnya congenital meatus stenosis, klep uretra posterior. Striktur uretra yang dapat terjadi akibat uretritis gonarhoika atau nogonarhoika, akibat ruptura uretra anterior maupun posterior ratrogenik seperti uretra akibat instrumentasi, pasangan kateter lama sehingga menyebabkan nekrosis tekanan di daerah penoskrotal. Di RS DR Cipto Mangkusumo penyebab terbanyak adalah karena ruptura uretra anterior maupun posterior.

Patologi

Striktur Uretra Trabekulasi, sarkulasi dan vertikal : Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, sesuai dengan hukum starling, dan apabila otot diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal dan akan terjadi trabekulasi pada fase compensasi, setelah itu pada fase decompensasi timbul sirkulasi dan vertikel menonjol di luar buli-buli. Dengan demikian divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot. Residu urine Pada fase compensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat timbul residu. Pada fase dekompensasi akan timbul residu, residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing dalam keadaan normal residu ini tidak ada. Refluks vesiku uretra Dalam keadaan normal pada saat b.a.k urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesikel yang meninggi maka akan terjadi refluks yaitu urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ke ginjal. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal Dalam keadaan normal buli-buli dalam keadaan stent. Salah satu cor tubuh mempertahankan buli-buli dengan perlu setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli gampang terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli akan timbul refluks, maka timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya. Inflitrat urine, abces dan fistulla Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang maka timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proximal dari striktur urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul meninggi abces, abces pecah pistel disuprapubis atau uretra proximal dari striktur.

Gejala dan tanda

Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran air seni kecil dan bercabang gejala yang lain iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, kadang-kadang dengan infiltrat, abces dan fistel. Gejala lanjut adalah retensio urine.

Pemeriksaan fisik

Anamnese

Untuk mencari gejala dan tanda tiadanya striktur uretra juga untuk mencari penyebab striktur uretra.

Pemeriksaan umum dan lokal

Untuk mengecek keadaan penderita juga untuk merubah fibrosis di uretra, infiltrat, abses atau fistula.

Pemeriksaan pembantu

Laboratorium Ureum, kreatinin, untuk melihat faal ginjal. Radiologi Diagnosa pasti dapat dibuat dengan uretrografi. Retrograde uretrografi untuk melihat uretra anterior. Antegrade uretrografi untuk melihat uretra posterior. Bipoler uretrografi adalah kombinasi dari pemeriksaan antegrade dan retrograde uretrografi. Dengan pemeriksaan ini diharapkan di samping dapat dibuat diagnosis striktur uretra dapat juga ditentukan panjang striktur uretra yang penting untuk perencanaan terapi/operasi.

Uretroskopi

Pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat secara adanya striktura. Uroflometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jumlah yang dipancarkan perdetik normal flow maksimum laki-laki 15 ml/detik dan wanita 25 ml/detik. Terapi Kalau penderita datang dengan retensio urine atau inflitrat urine maka pertolongan pertama dengan cystostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan uretrografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses dilakukan insisi infiltrat pada abses dilakukan cystostomi baru kemudian dibuat uretrografi. Trukar cystostomie Kalau penderita datang dengan retensio urine atau infiltrat urine dilakukan cystostomi. Tindakan cystostomi dilakukan dengan trukar, dilakukan dengan anastesi, 1 jari di atas pubis dan di atas garis tengah tusukan membuat sudut setelah triktur masuk, dimasukkan kateter dan triktur dilepas, kateter difiksasi dengan benang sutera ke kulit. Uretroplasty Indikasi untuk uretroplasty adalah penderita dengan striktur uretra dengan panjang lebih 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita striktur uretra pasca uretromi sachse. Bedah endoskopi Setelah dibuat diagnosis striktur uretra ditentukan lokasi dan panjang striktura. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat sachse adalah striktura uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2 – 3 hari pasca tindakan Setelah penderita dipulangkan penderita masih harus kontrol tiap minggu sampai satu bulan kemudian tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri kalau Q maksimal 10 dilakukan bouginasi. Otis uretrotomie Tindakan otis uretrotomie dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa manikularis. Striktur uretra bisa juga diperbaiki dengan uretromie visual trans uretra atau dengan uretroplastik dengan anastomosis dari ujung ke ujung atau dengan grap ke dalam perawatan orang pasca oretrotomie visual trans uretral serupa dengan perawatan reseksi trans uretral prostatektomi (TURP). Uretroplastik adalah perbaikan cara bedah terbuka dengan cara pendekatan melalui bawah abdominal, perawatan pasien serupa dengan pasien setelah menjalani bedah urology. Striktura uretra pada wanita Etiologi striktur pada wanita berbeda dengan laki-laki, etiologi striktur uretra pada wanita kadang-kadang kronis biasanya diderita oleh wanita di atas 40 tahun dengan syndroma cystitis berulang yaitu dysuria, frequency dan urgency. Diagnosa striktur uretra dibuat dengan bougie aboule, tanda khas dari pemeriksaan bougie aboule adalah pada waktu dilatasi terdapat flik/hambatan. Pengobatan dari striktur uretra pada wanita dapat dilatasi kalau gagal dengan otisurethrotomie

Komplikasi

a.Infeksi saluran kemih.

b.Gagal ginjal.

c.Refluks vesio uretra.

d.Retensi urine.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pada asuhan keperawatan ini dilaksanakan dengan menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu bentuk proses penyelesaian masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien sampai optimal melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk membantu pasien. Teori dan konsep keperawatan diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir yang meliputi :

Pengkajian Diagnosa keperawatan Perencanaan Tindakan Evaluasi.

Pengkajian

Pengkajian terhadap klien dengan gangguan urologi meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan data, sumber data klien diperoleh dari diri klien sendiri, keluarga, perawat, dokter ataupun dari catatan medis.

Pengumpulan data meliputi :

Biodata klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medik.

Biodata penanggung jawab meliputi :

umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga.

Keluhan utama Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengatakan tidak dapat BAK seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah post op striktur uretra (cystostomi). Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita pada masa lalu.

Pemeriksaan fisik

Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, makan akan ditemukan hal-hal sebagai berikut : Keadaan umum Pada klien post op striktur uretra perlu dilihat dalam hal : keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya bicara. Pada post op striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi BAK sehingga dilakukan pemasangan kateter tetap.

Sistem pernafasan

Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas. hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan mobilisasi secret pada jalan nafas.

Sistem kardiovaskuler

Mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi.

Sistem pencernaan

Yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini. Sistem genitourinaria Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu miksi, serta bagaimana warna urine.

Sistem muskuloskeletal

Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot harus dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan ototnya menurun.

Sistem integumen

Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.

Sistem neurosensori

Sisten neurosensori yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.

Pola aktivitas sehari-hari

Pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami post op striktur uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB (Frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan menggunting kuku). Olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi).

Data psikososial

Pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan hubungan interaksi klien baik dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan dimana ia berada. Pada klien dengan post op striktur uretra dan imobilisasi adanya perubahan pada konsep diri secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dan status emosional perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan status tidur. Data spiritual Klien dengan post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan : harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakitnya.

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien striktur uretra post op adalah sebagai berikut :

1. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.

3. Resiko volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.

4. Resiko infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.

5. Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.

6. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi.

Perencanaan

1. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.

Tujuan

Tidak terjadi gangguan pola eliminasi BAK

Intervensi keperawatan

1) Pemantauan output urine dan karateristik.

Rasional : Mendeteksi gangguan pola eliminasi BAK secara dini.

2) Mempertahankan irigasi kemih yang konstan selama 24 jam.

Rasional : Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.

3) Mempertahankan kepatenan dauer kateter dengan irigasi.

Rasional : Mencegah bekuan darah menyumbat kateter.

4) Mengusahakan intake cairan (2500 – 3000).

Rasional : Melancarkan aliran urine.

5) Setelah kateter diangkat, terus memantau gejala-gejala gangguan pola eliminasi BAK Rasional : Mendeteksi dini gangguan pola eliminasi BAK.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.

Tujuan

Pasien mengatakan perasaannya lebih nyaman.

Intervensi keperawatan

1) Penyuluhan kepada pasien agar tidak berkemih ke seputar kateter.

Rasional : Mengurangi kemungkinan spasmus.

2) Pemantauan pasien pada interval yang teratur selama 24 jam, untuk mengenal gejala-gejala dini spasmus kandung kemih.

Rasional : Menentukan terdapatnya spasmus kandung kemih sehingga obat-obatan bisa diberikan.

3) Memberikan obat-obatan yang dipesankan (analgetik, antispasmodik).

Rasional : Gejala menghilang.

4) Katakan pada pasien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 jam sampai 28 jam.

Rasional : Memberitahu pasien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.

3. Resiko volume cairan berlebihan berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.

Tujuan

Gejala – gejala dini intoksikasi air secara dini dikenal.

Intervensi keperawatan

1) Pemantauan pasien mengenai gejala-gejala keracunan air dalam 24 jam pertama : bingung, agitasi, kulit hangat, lembab, anoreksia, mual dan muntah.

Rasional : Deteksi dini kemungkinan pengobatan dini.


4. Resiko infeksi, hemoragi dengan pembedahan.

Tujuan

Tidak terjadi infeksi, perdarahan minim.

Intervensi keperawatan

1) Pemantauan tanda-tanda vital, melaporkan gejala-gejala shock dan demam.

Rasional : Mencegah sebelum terjadi shock.

2) Pemantauan warna urine darah merah segar bukan merah tua beberapa jam setelah bedah baru.

Rasional : Warna urine berubah dari merah segar menjadi merah tua pada hari ke 2 dan ke 3 setelah operasi.

3) Penyuluhan kepada pasien agar mencegah manuver valsava.

Rasional : Dapat mengiritasi, perdarahan prostat pada periode dini pasca bedah akibat tekanan.

4) Mencegah pemakaian termometer rectal, pemeriksaan rectal atau huknah sekurang-kurangnya 1 minggu.

Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan.

5) Mempertahankan teknik aseptik dari sistem drainase urine, irigasi bila perlu saja.

Rasional : Meminimalkan resiko masuknya kuman yang bisa menyebabkan infeksi.

6) Mengusahakan intake yang banyak.

Rasional : Dapat menurunkan resiko infeksi.


5. Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.

Tujuan

Pasien dapat mengendalikan berkemih.

Intervensi keperawatan

1) Pengkajian terjadi tetesan urine setelah kateter diangkat.

Rasional : Mendeteksi kontinen.

2) Katakan kepada pasien bahwa itu biasa dan kontinen akan pulih.

Rasional : Pasien harus dibesarkan harapannya bahwa ia itu normal.

3) Penyuluhan latihan-latihan perineal.

Rasional : Bantuan untuk mengendalikan kandung kemih.


6. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).

Tujuan

Fungsi seksual dapat dipertahankan.

Intervensi keperawatan

1) Memberi intervensi kepada pasien bahwa dalam berhubungan seksual, pengeluaran sperma akan melalui lumen buatan..

Rasional : Klien mengatakan perubahan fungsi seksual.

2) Memberikan informasi menurut kebutuhan. Kemungkinan kembali tingkat fungsi seperti semula. Kejadian ejakulasi retrograde (air kemih seperti susu). Mencegah hubungan seksual 3 sampai 4 minggu setelah operasi. Rasional : Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas, dan berdampak disfungsi seksual.


7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi : Tujuan

Pasien menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat jalan.

Intervensi keperawatan

1) Penyuluhan kepada pasien. Mencegah aktivitas berat 3 sampai 4 minggu setelah operasi.

Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan.

2) Mencegah mengedan waktu BAB selama 4 sampai 6 minggu, memakai pelunak tinja laksatif sesuai kebutuhan.

3) Rasional : Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan untuk mengedan waktu BAB

4) Anjurkan minum sekurang-kurangnya 2500 sampai 3000 ml/hari.

5) Rasional : Dengan pemberian minum yang banyak maka klien akan BAK dan tidak terjadi penyumbatan.

Pelaksanaan keperawatan

Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat. Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan tim kesehatan-kesehatan yang lain keluarga klien dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal : Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada. Mengidentifikasi respon klien. Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan : Kebutuhan klien. Dasar dari tindakan. Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat. Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri. Sumber-sumber dari instansi.

Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan. Adapun evaluasi klien dengan post op striktur uretra yang dipasangi kateter tetap dilakukan berdasarkan kriteria tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan perawatan yang diberikan.

DAFTAR PUATAKA

Doenges, Marilynn E,(2000), Rencana Asuhan Keperawatan, penerbit EGC. Jakarta.

Gallo,(1996) Keperawatan Kritis, edisi VI, volume II, penerbit buku kedokteran, Jakarta.

Long Barbara C,(1996),Perawatan Medikal Bedah Volume 3, Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung.

Mansjoer Arief., dkk, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Penerbit Media Aeusculapius FKUI.

Media Aesculaipius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,(2000) Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3, jilid 2, Jakarta.

Nedia Sylvia, dan Wilson, Lorraine M,(1995) Patofisiologi, buku 2, edisi 4, penerbit EGC, Jakarta.

R. Syamsuidajat, Wim de Jong,(1998) Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, penerbit EGC, Jakarta.

Suddarth & Brunner,(2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.

Susanto H. Fitri, (2000),Keperawatan Medikal Bedah, Widya Medika, Jakarta.